Sabtu, 18 November 2017

Puisi



Alam desaku

Ku lihat sawah membentang
Warna hijau bagai permata alam
Ku coba telusuri jalan
Akankah tetap begitu

Ku ingin tetap begini
Terlihat apa adanya
Ku ingin tetap begitu
Terlihat kenyataannya

Mentari mulai tenggelam
Dan ... akupun tetap di sini
Menikmati alam yang ada
Anugrah dari yang kuasa

Oh ... alam desaku
... aman dan damai
Oh ... alam desaku
... lestarikanlah

......................................................................................................................................................
Kicau Burung

Kicau burung yang menyusup lewat
Sela daun mangga bersama hangatnya mentari pagi
            Adalah sebuah misteri
            Pada siapa rindu ku bagi
Kicau burung yang menggetarkan ibaku
Dan terbang entah kemana
            Adalah sebuah duka yang tertinggal dari kibasan
            Sayap lukanya
......................................................................................................................................................
Di Tepi Laut

Di ujung musim yang bertiup angin
Bagai dengus gurun pasir
Cahaya melompat dalam lautan salju
Di seretnya langkah di malam itu
Dalam putih waktu
Ku tawarkan pada Mu
Jenuh semesta ini ku penuhi isi
Di hidupmu nasib dunia
Bentangkan ke dua tanganmu
Pohon-pohon kering di tepi laut padang pasir
Menyanyi dalam gaib malam
Kepada seluruh dunia
Yang menekankan di puncuk pantai
Kuburlah hidup tanpa kesadaran
......................................................................................................................................................
Hujan

Air hujan jatuh mengenai pelipis mata
Dingin dan sejuk
Udara basah mengisi rongga paru-paru
Segar terasa saat ku hirup
Rintik hujan menemani malam
Gemericik air memantulkan nada
Memecahkan keheningan malam
Inilah rahmat dari Tuhanku
Dilimpahkannya kepada bumi
Menghidupkan apa yang mati
Sebagai ujian, apakah bersyukur diriku ini ... ?
......................................................................................................................................................
Kemarau Diam

Kemarau diam dijiwaku. Serangkai
Bayang-bayang randu tumbang, berisi adzan
dengan pilu. Pahamilah bagaimana mataku rabun, jumpalitan,
begitu cemburu. Aku susuri ketiakmu,
tapi rupanya jalanan makin malam, meski aku
telah tinggalkan dirimu. Sepanjang keriuhan kelu, mayatku
terpencil. Ingus para pejalan bergayutan dijenggotku.

Seluruh kesumat dan derita memacu
pengetahuanku. Arwahku memanggil namamu, sementara
panorama lebur, selangkah demi selangkah memudar, menjejali
batu. Di dasar pijaran kabut,
aku adalah jenazah bagi setiap hasrat dan kesintalanmu.
Kegembiraanku mengintip tato kupu-kupu dipusarmu. Malam
makin dingin, mendzikirkan diamku.

Penampakan-penampakanku gaib, samun, mencair
Hitam bersama salju.
Karena bunga-bunga gugur adalah sihir
yang menghidupkan bangkai-bangkai juga sajak-
sajakku. 
Demikianlah dingin meledak bersama shalatku.

Pohon-pohon yang rabun dalam gerimis kabur bersama
gemuruh. Aku wudlu matahari,
meniupkan terompet seribu tahun.
Di hari-hari pagi talkin seratus gerhana menafasiku.
Dunia kelak hanya kelam yang mempasakkan
gaung-gaung. Halimun menghirup mayat-mayat
rumput. Aku kini pelangi. Peneguh riwayat
ketelanjangan letusan-letusan peluru.
......................................................................................................................................................




Tidak ada komentar:

Posting Komentar